Kemacetan sudah jadi lagu lama di daerah Ibu Kota serta sejumlah kota besar di seluruh dunia. Berbagai upaya telah dikerahkan oleh pemerintah setempat untuk mengentaskan masalah yang berimbas ke banyak aspek kehidupan ini. Sejak lama, pemimpin DKI Jakarta sering mengimbau warga untuk menaiki transportasi umum. Namun, banyak warga tetap memilih naik kendaraan pribadi dengan berbagai pertimbangan. Bahkan transportasi umum seperti TransJakarta pun tak bebas macet, karena banyak kendaraan lain yang turut melintas di jalur khusus TransJakarta.

Solusi yang turut dipakai untuk mengatasi macet adalah aturan ganjil-genap di beberapa ruas jalan. Namun, para pengguna jalan masih mengeluhkan problem yang sama seperti sebelum aturan ini diterapkan. Pembangunan infrastruktur tambahan pun sudah dilakukan di mana-mana. Namun, hal ini justru membawa efek samping peningkatan kepadatan di jalan selama proyek dilakukan.

Kondisi jalan di Jakarta diperparah dengan membludaknya jumlah kendaraan, bahkan sampai melebihi jumlah penduduk. Kajian-kajian soal akar dan buah dari kemacetan di berbagai tempat telah dilakukan, salah satunya adalah tentang dampak kemacetan panjang terhadap bagi individu pengendara atau penumpang. Sebuah penelitian yang dimuat di jurnal Aggressive Behavior (1999) menunjukkan adanya peningkatan stres dan perilaku agresif pada pengemudi-pengemudi yang menghadapi kemacetan parah, baik perempuan maupun laki-laki.

Akhir pekan sebenarnya bisa dihabiskan untuk mengistirahatkan fisik dan pikiran mereka. Namun, tidak sedikit orang yang harus kembali melintasi jalan untuk memenuhi janji bermain dengan anak ke luar rumah, bertemu teman-teman lama, mengunjungi orangtua dan sanak keluarga, menghadiri resepsi pernikahan, atau kegiatan lainnya. Tak heran bila di beberapa titik di kota-kota besar pada hari Sabtu-Minggu pun tetap padat oleh kendaraan.

Kemacetan juga dikaitkan dengan beberapa penyakit fisik. Peningkatan tekanan darah, sakit kepala, nyeri di beberapa bagian tubuh seperti punggung, kaki, dan leher adalah beberapa contohnya. Risiko penyakit jantung dan stroke juga bisa dialami akibat akumulasi stres yang salah satunya disumbang dari perjalanan ke tempat-tempat beraktivitas.

Bagi pengendara sepeda motor, paparan polusi udara ketika macet lebih banyak mereka rasakan dibanding pengguna moda transportasi lain yang tertutup. Hal ini berkontribusi terhadap asma, kanker paru-paru, dan penyakit pernapasan lainnya. Selain orang-orang yang berkendara di jalan, paparan polusi udara yang disumbangkan alat transportasi juga mempengaruhi kesehatan penduduk yang tinggal di sekitar jalan yang padat.

Kondisi kesehatan fisik dan mental yang menurun ini pada akhirnya mendorong merosotnya performa para pekerja. Kemungkinan mereka jatuh sakit dan tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas kantor dengan optimal kian meningkat. Waktu berjam-jam yang dihabiskan di jalan secara rutin pada akhirnya membuat pekerja lebih cepat frustrasi.

Oleh sebab itu, cara yang paling baik saat ini adalah dengan mengurangi pemakaian transportasi pribadi dan mulai beralih menggunakan transportasi umum untuk mengurangi risiko stress secara perlahan-lahan. Hal ini tentunya bisa dilakukan jika kita mempunyai hunian yang memiliki banyak akses transportasi umum seperti di Vittoria Residence, yang berada di Daan Mogot, Jakarta Barat sebuah daerah yang sangat strategis dan memiliki banyak akses jika ingin menuju kemanapun.

Segera kunjungi Marketing Gallery Vittoria Residence di Daan Mogot, Jakarta Barat dan rasakan banyakya kejutan yang diberikan oleh kami khususnya di bulan September ini dalam promo “September Ceria”!

INFO: Untuk info lebih lanjut mengenai Apartemen Vittoria Residence, anda bisa menghubungi marketing di (021) 2252-9988, (021) 296-75-333 atau 08119648989. Ayo beli Apartemen di Vittoria Residence sekarang juga! Lebih baik punya dibanding nyewa.